PROPOSAL
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
JUDUL :
METODE BELAJAR ‘OUTENTIC LEARNING ‘
DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA
PADA MATA PELAJARAN SIMULASI DIGITAL
DI KELAS X PEMASARAN 1 SMK NEGERI 11 BANDUNG
NAMA GURU : RODIYAH, S.Pd, M.Pd.
NIP : 19700111 200801 2 003
ASAL
SEKOLAH : SMK NEGERI 11 KOTA BANDUNG
ALAMAT
SEKOLAH : JL.
BUDI CILEMBER
BANDUNG 40175
TELP.SEKOLAH : 022-6652442 FAX.022-6613508
KAB/KOTA : BANDUNG
PROPINSI : JAWA BARAT
EMAIL PRIBADI : motivator.diyah5@gmail.com
NO. HP.PRIBADI : 081-387-120-110
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS
METODE
BELAJAR ‘OUTENTIC LEARNING,
DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA
PADA
MATA PELAJARAN SIMULASI DIGITAL
DI
KELAS X PEMASARAN 1 SMK NEGERI 11 BANDUNG
TAHUN 2016
Bandung, 19 Januari 2016
Mengetahui :
Kepala SMKN 11 Bandung
Penulis,
Dra. Nani Sri Iriyani Rodiyah, S.Pd, M.Pd.
NIP.
19621211
198903 2 007 NIP.
19700111 200801 2
003
PROPOSAL
PENELITIAN
TINDAKAN KELAS
A.
JUDUL PENELITIAN
Metode Belajar ‘Outentic
Learning’ Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran
Simulasi Digital di Kelas X Pemasaran 1 SMK Negeri 11 Kota Bandung.
B.
PENDAHULUAN
Pengertian
pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat
belajar dengan baik, pembelajaran juga mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran,
tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda.
Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik
dapat mencapai sesuatu yang objektif yang ditentukan oleh pencapaian
pengetahuan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek
afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik,
namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai
pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan
adanya interaksi antara pengajar dengan
peserta didik.
Pada saat terjadinya interaksi antara
pendidik dan peserta didik disitulah akan timbul suatu penilaian sebagai hasil
dari
pembelajaran dan guru harus bersemangat memberikan motivasi dan mengeksploitasi
kemampuan siswa sebesar-besarnya sehingga siswa dapat menemukan dan menunjukkan
semangat untuk prestasi belajarnya melalui metode pembelajaran yang diterapkan
oleh guru yang bersangkutan.
Dewasa
ini paradigma pendidikan di Indonesia sudah semakin berkembang dari pendekatan
tradisional dimana siswa hanyalah sebagai objek pendidikan, kurang aktif di
dalam prosesnya dan gurulah yang menjadi center utama dalam pembelajaran,
menjadi pendekatan yang lebih modern yang berpusat kepada siswa. Dalam
pendekatan ini, siswa aktif merekontruksi pengetahuan yang dimilikinya
sedangkan guru hanyalah sebagai fasilitator untuk mengembangkan kemampuan.
Metode belajar ‘ Outentic Learning” adalah
sebuah pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa menggali, mendiskusikan,
dan membangun secara bermakna
konsep-konsep
dan hubungan-hubungan, yang melibatkan masalah nyata dan proyek yang relevan
dengan siswa (Donovan, Bransford & Pallegrino, 1999). Istilah ‘otentik’
berarti asli, sejati, dan nyata (Webster’s Revised Unabridged Dictionary, 1998), bahwa
dengan metode pembelajaran ‘Outentic
Learning’ siswa
mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap maksud dalam materi akademis
yang mereka terima, mampu mengkaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan
pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya serta mampu mengaplikasikannya
ke dalam dunia nyata.
Pembelajaran
ini dapat digunakan untuk siswa pada semua tingkatan kelas, maupun siswa dengan
berbagai macam tingkat kemampuan, dan pada
penelitian ini, akan penulis coba penggunaan metode ini pada mata pelajaran simulasi
digital di kelas X Pemasaran 1 SMKN 11 Kota Bandung.
C.
IDENTIFIKASI
MASALAH
Berdasarkan uraian diatas maka dapat
diidentifikasikan sejumlah masalah untuk diteliti lebih lanjut :
1. Apakah
pengaruh outentic learning sebagai
salah satu metode
pembalajaran
yang dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa
Kelas X Pemasaran 1 SMKN 11 Kota Bandung ?
2. Apakah
pengaruh outentic learning
terhadap
peningkatan prestasi belajar dan dapat mengefektifkan pembelajaran bagi peserta
didik kelas X
Pemasaran1 SMKN 11
Kota Bandung?
3. Apakah
outentic learning merupakan
salah satu metode pembelajaran yang dapat mengefektifkn pembelajaran keahlian
pemasaran di kelas X Pemasaran 1 SMKN 11 Kota Bandung ?
D.
PEMBATASAN MASALAH
Dari
uraian identifikasi masalah diatas ternyata banyak faktor yang
mempengaruhi peningkatan prestasi
belajar peserta didik, karena keterbatasan peneliti dalam hal waktu, biaya,
tenaga, dan agar penelitian terarah, maka penelitian ini hanya akan membahas
pada : Pengaruh metode pembelajaran outentic learning dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran simulasi digital di Kelas X
Pemasaran 1 SMK Negeri 11 Kota
Bandung.
E.
PERUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah, maka
masalah yang akan dibahasa dalam penelitian ini adalah :
“Apakah outentic learning merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa ?”
F.
PEMECAHAN MASALAH
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka
pemecahan masalah melalui hipotesis adalah :
“Jika
metode belajar ‘Outentic learning’
diterapkan pada pembelaajran mata pelajaran simulasi digital maka
prestasi belajar siswa kelas X Pemasaran
1 SMK Negeri 11 Kota Bandung akan meningkat “.
G. TUJUAN
PENELITIAN
Ingin mengetahui metode belajar ‘outentic learning’ sebagai salah satu model pembelajaran dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa pada mata pelajaran simulasi digital di kelas X Pemasaran 1
SMK Negeri 11 kota Bandung.
H. MANFAAT
PENELITIAN
Manfaat dari
Hasil Penelitian ini adalah :
1. Memberikan
motivasi belajar bagi siswa sehingga meningkat prestasi belajarnya.
2. Memberikan
motivasi dan inovasi kepada guru untuk lebih meningkatkan kualitas pengajaran
yang lebih profesional
3. Memberikan
informasi dan masukan kepada satuan pendidikan untuk memperhatikan
faktor-faktor yang akan mempengaruhi kualitas pendidikan sehingga mendukung
guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
I.
KAJIAN
TEORITIS
1.
Model
Pembelajaran ‘Outentic Learning’.
Menurut
definisi, "belajar otentik" berarti pembelajaran yang menggunakan
masalah dunia nyata dan proyek-proyek dan yang memungkinkan
siswa untuk
mengeksplorasi dan membahas masalah-masalah ini dengan cara yang relevan untuk
mereka.
Pembelajaran
otentik (authentic learning) adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang
memungkinkan siswa menggali, mendiskusikan, dan membangun secara bermakna
konsep-konsep dan hubungan-hubungan, yang melibatkan masalah nyata dan proyek
yang relevan dengan siswa (Donovan, Bransford & Pallegrino, 1999). Istilah
‘otentik’ berarti asli, sejati, dan nyata (Webster’s Revised Unabridged
Dictionary, 1998). Pembelajaran ini dapat digunakan untuk siswa pada semua
tingkatan kelas, maupun siswa dengan berbagai macam tingkat kemampuan.
Literatur menunjukkan bahwa pembelajaran otentik memiliki beberapa
karakteristik kunci diantaranya yaitu:
a.
Belajar adalah berpusat pada
tugas-tugas otentik yang menarik bagi peserta didik.
b.
Siswa terlibat dalam eksplorasi dan
penyelidikan.
c.
Belajar, paling sering, adalah
interdisipliner.
d.
Belajar sangat erat hubungannya
dengan dunia di luar dinding kelas.
e.
Siswa menjadi terlibat dalam
tugas-tugas kompleks dan-order kemampuan berpikir lebih tinggi, seperti
menganalisis, sintesis, merancang, memanipulasi dan mengevaluasi informasi.
f.
Siswa
menghasilkan produk yang bisa dibagi dengan pemirsa di luar kelas.
g.
Belajar
adalah siswa didorong dengan guru, orang tua, dan para ahli di luar semua
membantu / pembinaan dalam proses pembelajaran.
h.
Pembelajar
menggunakan perancah teknik.
i.
Siswa
memiliki peluang untuk wacana sosial.(Donovan et al;., 1999 Newman &
Associates, 1996; Newmann et al;., 1995 Nolan & Francis, 1992).
Pembelajaran
otentik sangat berbeda dengan metode-metode pembelajaran yang tradisional
dengan Ciri-ciri pembelajarannya yaitu:
a.
Belajar berpusat pada tugas-tugas
otentik yang menggugah rasa ingin tahu siswa. Tugas otentik berupa pemecahan
masalah nyata yang relevan dengan kehidupan siswa;
b.
Siswa terlibat dalam kegiatan
menggali dan menyelidiki;
c.
Belajar bersifat interdisipliner;
d.
Belajar terkait erat dengan dunia di
luar dinding ruang kelas;
e.
Siswa mengerjakan tugas rumit yang
melibatkan kecakapan berpikir tingkat tinggi, seperti menganalisis,
mensintesis, merancang, mengolah dan mengevaluasi informasi;
f.
Siswa menghasilkan produk yang dapat
dibagikan kepada audiens di luar kelas;
g.
Belajar bersifat aktif dan
digerakkan oleh siswa sendiri, sedangkan guru, orangtua, dan narasumber
bersifat membantu atau mengarahkan;
h.
Guru menerapkan pemberian topangan
(scaffolding), yaitu memberikan bantuan seperlunya saja dan membiarkan siswa
bekerja secara bebas manakala mereka sanggup melakukannya sendiri;
i.
Siswa berkesempatan untuk terlibat
dalam wacana dalam masyarakat;
j.
Siswa bekerja dengan banyak sumber;
k.
Siswa seringkali bekerja bersama dan
mempunyai kesempatan luas untuk berdiskusi dalam rangka memecahkan masalah.
Berikut
adalah Kelebihan dan Kekurangan model pembelajaran otentik, yaitu:
Kelebihan
a.
Siswa tidak merasa jenuh terhadap
pembelajaran karena pembelajaran dapat terjadi dimana saja.
b.
Siswa mempunyai keterampilan yang
lebih dalam menganalisis wacana social
c.
Siswa mempunyai pengalaman belajar
yang mumpuni dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya
d.
Pembelajaran berpusat pada siswa,
sehingga memungkinkan siswa memahami materi secara utuh.
Kekurangan
a.
Pembelajaran Otentik cenderung hanya
dapat dilakukan pada siswa yang memiliki taraf intelegensi diatas rata-rata
sehingga pembelajaran berjalan secara aktif
b.
Tidak semua materi pelajaran dapat
menggunakan pembelajaran otentik, karena materi yang sesuai dengan pembelajaran
otentik bersifat studi social
c.
Memerlukan waktu, biaya, dan tenaga
ektra dari siswa untuk melaksanakannya.
2.
Prestasi
Belajar Siswa
Pengertian prestasi belajar menurut
Poerwanto (1986:28) yaitu : Hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha
belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport, selanjutnya Winkel (1996:162)
mengatakan bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau
kemampuan seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar dengan bobot yang
dicapainya.
Prestasi belajar menurut S. Nasution
(1996:17) adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan
berbuat.
Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila
memenuhi tiga aspek : kognitif, afektif, dan psikomotor dan sebaliknya kurang
sempurna apabila tidak memenuhi ketiga aspek tersebut. (Ketercapaian Prestasi
Belajar <<Dunia Ilmu, ridwan 202.wordpresss.com/2008/05/03.. google.com).
3.
Pengaruh
Metode Belajar ‘Outentic Learning’ Terhadap Prestasi
Belajar
Pendidikan dalam beragam cara dan
bentuk selalu bermuara pada suatu tujuan yaitu terjadinya proses transfer
informasi beserta ilmu pengetahuan, untuk mencapai tujuan tersebut para praktisi menyusun suatu strategi/metode pengajaran ‘Outentic Learning’ bertujuan agar
siswa menggali, mendiskusikan, dan membangun secara bermakna konsep-konsep
dan hubungan-hubungan, yang melibatkan masalah nyata dan proyek yang relevan
dengan siswa (Donovan, Bransford & Pallegrino, 1999). Istilah ‘otentik’
berarti asli, sejati, dan nyata (Webster’s Revised Unabridged Dictionary,
1998). Pembelajaran ini dapat digunakan untuk siswa pada semua tingkatan kelas,
maupun siswa dengan berbagai macam tingkat kemampuan,sehingga melalui metode pembelajaran ‘Outentic Learning’ diharapkan prestasi belajar siswapun akan meningkat
dengan baik.
4. Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi dalam istilahnya
terkadang disamakan dengan penilaian. Dimana menurut Tyler (1950 dalam
Arikunto: 2001) merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan
sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan tercapai. Dalam
arti luas evaluasi diartikan sebagai suatu proses merencanakan, memperoleh dan
menyediakan informasi yang tepat untuk membuat alternatif-alternatif keputusan
(Mehrens & Lehmann, 1978 dalam Purwanto, 2006). Sesuai dengan pengertian
tersebut maka setiap kegiatan evaluasi merupakan suatu proses yang sengaja
direncanakan untuk memperoleh informasi atau data dan berdasarkan data tersebut
kemudian dicoba untuk membuat keputusan (Purwanto, 2006).
Dalam hubungannya dengan
pengajaran Gronlund (1976 dalam Purwanto, 2006) merumuskan evaluasi sebagai
proses sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sejauh mana
tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa. Sedangkan Wrightsone, dkk
(1956 dalam Purwanto, 2006) menyebutkan bahwa evaluasi adalah penaksiran
terhadap pertumbuhan dan kemajuan siswa kearah tujuan-tujuan atau nilai-nilai
yang telah ditetakan di dalam kurikulum.
Untuk mengadakan evaluasi hasil belajar siswa, maka harus ada proses-proses
penilaian terlebih dahulu. Dimana Arikunto (2001) menjelaskan bahwa penilaian
mempunyai makna ditinjau dari berbagai segi yaitu:
a. Makna Bagi Siswa
Dengan
diadakannya penilaian, maka siswa dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil
mengikuti pelajaran yang telah diberikan oleh guru. Hasil yang diperoleh siswa
dari perkerjaan menilai ini adalah dua kemungkinan yaitu memuaskan dan tidak
memuaskan dimana tentu saja masing-masing kemungkinan tersebut mempunyai
konsekuensi kepada siswa.
b. Makna Bagi Guru
Dengan hasil
penilaian yang diperoleh oleh guru akan dapat mengetahui siswa-siswa mana yang
sudah berhak melanjutkan pelajarannya karena sudah
berhasil
menguasai bahan, maupun mengetahui siswa-siswa yang belum berhasil menguasai
bahan. Dengan petunjuk ini, guru dapat lebih memusatkan perhatiannya kepada
siswa yang belum berhasil. Apalagi jika guru tahu akan sebab-sebabnya, ia akan
memberikan perhatian yang memusat dan memberikan perlakuan yang lebih teliti
sehingga keberhasilan selanjutnya dapat diharapkan.
Guru juga akan mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah tepat bagi siswa
sehingga untuk memberikan pengajaran di waktu yang akan datang tidak perlu
diadakan perubahan.
Guru akan mengetahui apakah metode yang digunakan sudah tepat atau belum. Jika
sebagian besar dari siswa memperoleh angka jelek pada penilaian yang diadakan,
mungkin hal ini disebabkan oleh pendekatan atau metode yang kurang tepat.
Apabila demikian halnya, maka guru harus mawas diri dan mencoba untuk mencari
cara lain untuk mengajar
c.
Makna Bagi
Sekolah
Hasil penilaian
merupakan cerminan dari kualitas sekolah secara keseluruhan, apakah kondisi
yang belajar yang diciptakan oleh sekolah sudah sesuai dengan apa yang diharapkan
ataukah masih jauh dari tujuan.
Informasi dari guru tentang tepat tidaknya kurikulum untuk sekolah, dapat
menjadi bahan pertimbangan bagi perencanaan sekolah untuk masa-masa yang akan
datang. Sehingga informasi hasil penilaian yang diperoleh dari tahun ketahun,
dapat digunakan sebagai pedoman bagi sekolah untuk memenuhi standar ataukah
belum. Pemenuhan standar salah satunya akan terlihat dari perolehan nilai yang
dipatkan oleh siswa.
5.
Fungsi
Evaluasi Hasil Belajar
Purwanto (2006)
menjelaskan bahwa fungsi evaluasi dalam pendidikan dan pengajaran dapat
dikelompokan menjadi empat fungsi yaitu:
a.
Untuk mengetahui kemajuan dan
perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengalami atau melakukan kegiatan
belajar selama jangka waktu tertentu. Hasil evaluasi yang diperoleh itu
selanjutnya dapat digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa (fungsi
normatif) atau untuk mengisi rapor atau surat tanda kelulusan, yang berarti
pula untuk menentukan kenaikan kelas atau lulus-tidaknya seorang siswa dari suatu
lembaga tertentu (fungsi sumatif).
b.
Untuk mengetahui tingkat
keberhasilan program pengajaran. Pengajaran sebagai suatu sistem terdiri atas
beberapa komponen yang saling berkaitan satu sama lain. Kompenen-komponen yang
dimaksud antara lain adalah tujuan, materi, atau bahan pengajaran, metode dan
kegiatan belajar mengajar, alat dan sumber pelajaran, dan prosedur serta alat
evaluasi. Dihubungkan dengan PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksi
Nasional) sebagai salah satu strategi pengembangan program pengajaran,
kedudukan dan fungsi evaluasi dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut.
c.
Untuk keperluan Bimbingan dan
Konseling, dimana hasil-hasil evaluasi yang telah dilaksankan leh guru terhadap
siswanya dapat dijadikan sumber informasi atau data bagi pelayanan BK oleh para
konselor sekolah atau guru pembimbing lainnya seperti: Membuat
diagnosis mengenai kelemahan-kelemahan dan kekuatan atau kemampuan siswa, Untuk
mengetahui dalam hal-hal apa seseorang atau kelompok siswa memerlukan layanan
perbaikan nilai, Sebagai dasar menangani kasus-kasus tertentu diantara siswa,
Sebagai acuan dalam melayani kebutuhan-kebutuhan siswa dalam bimbingan karier,
Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang bersangkutan.
Seorang guru yang dinamis tidak akan begitu saja mengikuti apa yang tertera di
dalam kurikulum, ia akan selalu berusaha untuk menentukan dan memilih
materi-materi mana yang sesuai dengan kondisi siswa dan situasi lingkungan
serta perkembangan masyarakat saat itu. Evaluasi secara luas merupakan acuan
dasar untuk mengetahui hal tersebut.
6.
Ciri Program
Evaluasi yang Baik
Dressel
(Purwanto, 2006) menjelaskan bahwa evaluasi itu akan efektif jika dapat
membuktikan sampai dimana perubahan itu terjadi di dalam diri siswa, akan
berguna (kondusif) bagi pembelajaran jika ia mendorong dan membangkitkan siswa
untuk mengevaluasi diri (self evaluation), berguna bagi pengajaran jika
hasilnya dapat mengemukakan tipe-tipe pokok dari tingkah laku yang tidak sesuai
dan sebab-sebab mendukungnya, mampu bermakna jika di dalam belajar ia
memungkinkan dan mendorong latihan atas inisiatif individu, dan
kegiatan-kegiatan dan latihan-latihan yang dikembangkan untuk tujuan
pengevaluasian tingkah laku tertentu juga berguna bagi mengajar dan belajar
tingkah laku tersebut. Purwanto (2006) menjelaskan ciri-ciri program evaluasi
yang baik yaitu:
a.
Desain atau rancangan program
evaluasi yang komprehensif . Tujuan-tujuan umum yang akan dinilai hendaknya
mencakup tidak hanya konsep, keterampilan, dan pengetahuan, tetapi juga
apresiasi, sikap, minat, pemikiran kritis, dan penyesuaian diri yang bersifat
personal dan sosial. Suatu desain evaluasi dikatakan komprehensif jika ia
mencakup nilai-nilai dan tujuan-tujuan pokok yang akan dicapai oleh sekolah itu
bagi setiap individu siswa. Guru-guru harus melaksanakan tugasnya sebagai
pembimbing pertumbuhan dan perkembangan anak tidak hanya dalam hal
pengetahuan-pengetahuan akademis, tetapi juga dalam hal menyangkut pertumbuhan
kepribadian siswa seperti minat, sikap, apresiasi, dan penyesuaiannya secara
emosional dan sosial. Dengan kata lain, guru sebagai pendidik hendaknya
memfokuskan tugasnya terhadap anak didik sebagai keseluruhan pribadi
intelektual, mental, emosional, dan sosial. Tentu saja, untuk menilai
aspek-aspek yang bersifat komprehensif dari suatu individu tidaklah mudah.
Untuk itu diperlukan bermacam-macam alat evaluasi yang sesuai bagi setiap aspek
yang akan dinilai disertai kemampuan dan kecakapan guru dalam melaksanakan alat
evaluasi itu (Purwanto, 2006).
b.
Perubahan-perubahan tingkah laku
individu harus mendasari penilaian pertumbuhan dan perkembangannya
c.
Tingkah laku total dari suatu
individu-intelektual, fisik, emosional, dan sosial harus menjadi perhatian guru
dalam setiap situasi belajar. Jika siswa belajar berhitung, atau IPA, atau
sejarah, atau pelajaran apa saja, dia pada saat itu juga belajar mengubah
sikap, mengembangkan minat, dan membuat penyesuaian secara emosional maupun
sosial. Jika siswa merasa kecewa karena tugas-tugas yang terlalu sukar, atau
jika ia bosan terhadap tugas-tugas yang terlalu mudah, maka sikapnya serta
penyesuaian emosional dan sosialnya akan tampak menolak atau membenci, dan
selanjutnya memperngaruhi situasi belajarnya.
d.
Oleh karena itu, guru harus tetap
menyadari bermacan-macam aspek dari tingkah laku murid meskipun tujuan pokok
dari pengalaman belajar itu mungkin untuk menguasai dalil-dalil yang diperlukan
dalam pemecahan soal kimia misalnya. Tiap-tiap situasi belajar mencakup multiple
learning yang menyangkut tidak hanya konsep-konsep intektual dan skills,
tetapi juga penyesuaian fisik, emosional, dan sosial. Oleh sebab itu,
tingkah laku total dari seorang siswa dalam tingkat tertentu dipengaruhi oleh
pengalaman belajarnya. Sehingga jika suatu kurikulum direncanakan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang luas, ini berarti pula bahwa tingkah lau siswa
harus dievaluasi menurut tujuan dan nilai-nilai yang luas pula seperti yang
dimaksud dalam kurikulum tersebut (Purwanto, 2006).
e.
Hasil-hasil evaluasi harus
disusun dan dikelompok-kelompokan sedemikian rupa sehingga memudahkan
interpretasi yang berarti. Hasil-hasil kuantitatif dan kualitatif yang
diperoleh dari program evaluasi harus disimpulkan dalam pola penskoran yang
jelas, secara statistik, grafik ataupun secara verbal, sehingga dari data
evaluasi itu gambaran atau lukisan individu dapat dilihat dan dipahami dengan
mudah, dan dapat dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Dengan demikian, dapat
dilihat bagaimana atau kearah mana perkembangan individu tersebut. Di dalam
interpretasi ini hendaknya dilihat pula bagaimana hubungan antara skor-skor
yang diperoleh siswa dalam tes-tes, dengan catatan-catatan kualitatif yang
dibuat guru (anecdotal guru) tentang anak tersebut, sehingga dengan demikian
pertumbuhan dan perkembangan total siswa tersebut dapat dibimbing
sebaik-baiknya. Hal ini berarti pula data tentang kesehatan fisik, penyesuaian
emosional dan sosial, minat-minatnya, sikapnya, dan hasil-hasil tes prestasi
dari berbagai mata pelajaran tidak dipisahkan satu sama lain, tetapi harus
dikorelasikan dan diintegrasikan ke dalam deskripsi yang merupakan kesatuan
atau kebulatan dari individu (Purwanto, 2006).
f.
Program evaluasi haruslah
berkesinambungan dan saling berkaitan (interrelated) dengan kurikulum
g.
Di sekolah-sekolah modern,
evaluasi dipandang sebagai suatu proses yang berkesinambungan, dilakukan
terus-menerus. Observasi, penilaian, dan tes-tes yang dilakukan dari hari-ke
kari hendaknya direncanakan secara teratur sehingga guru dapat benar-benar
mengevaluasi dan membimbing pertumbuhan siswa secara positif. Konsep ini
berbeda dengan konsep tradisional yang memandang atau mengganggap tes itu
adalah sebagai hasil akhir, dan bukan sebagai suatu alat untuk membimbing
pertumbuhan. Suatu program evaluasi haruslah erat berkaitan dengan kurikulum
sekolah karena ia merupakan bagian integral dengan pembimbingan
pengalaman-pengalaman belajar siswa. Dengan kata lain, tercapai tidaknya
tujuan-tujuan kurikulum itu tercermin di dalam hasil-hasil penilaian terhadap
pencapaian belajar dan perubahan-perubahan tingkah laku pada murid-murid.
Dengan demikian, program evaluasi menjadi berarti tidak hanya untuk membimbing
pertumbuhan siswa, tetapi juga bagi pembinaan dan perkembangan kurikulum serta
metode-metode yang sesuai (Purwanto, 2006).
J.
KERANGKA KONSEPTUAL
K.
HIPOTESIS
Berdasarkan
hasil rancangan kerangka konseptual yang penulis buat, maka hipotesis
dari penelitian tindakan kelas ini adalah : “Outentic Learning adalah salah model pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran simulasi
digital’
L.
METODOLOGI
PENELITIAN
1.
Tempat
dan Subjek Penelitian,
Tempat penelitian dilaksanakan ditempat
penulis mengajar mengajar yakni SMK Negeri 11 Kota Bandung.
2.
Waktu penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan mulai dari awal bulan Februari 2016 s/d bulan Juni 2016
Waktu penelitian dilaksanakan mulai dari awal bulan Februari 2016 s/d bulan Juni 2016
3.
Subyek penelitian,
Subyek
penelitian adalah siswa kelas X Pemasaran 1 SMK Negeri 11 Kota Bandung, Jumlah siswa 35 siswa terdiri dari laki-laki 7 laki-laki dan 28 perempuan.
4.
Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif
dan menggunakan metode siklus dengan tiga siklus. Masing-masing siklus
dimaksudkan untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa dalam penguasaan materi
pada mata pelajaran simulasi digital, bila dibandingkan dengan kemampuan siswa pada awal penelitian
melalui nilai yang didapat dari hasil metode pembelajaran konvensional (menggunakan modul, buku, dan ceramah tentang simulasi digital ).
Selanjutnya data awal dibandingkan dengan hasil siklus satu dan
kemudian dievaluasi untuk melanjutkan pada siklus dua selanjutnta dievaluasi
serta refleksi untuk melangkah pada siklus ketiga hingga mendapat hasil
maksimal.
5.
Tindakan Penelitian
Rencana
perbaikan pembelajaran di kelas X
Pemasaran 1 SMK Negeri 11 Kota Bandung, dilaksanakan
secara bertahap yang merupakan siklus pembelajaran untuk mencapai tujuan
perbaikan pembelajaran.Rumusan pembelajaran tersusun dalam rencana perbaikan
pembelajaran secara umum rencana perbaikan setiap siklus adalah :
M.
JADWAL PENELITIAN
NO
|
KEGIATAN
|
JANUARI
|
FEBRUARI
|
MARET
|
APRIL
|
MEI
|
JUNI
|
||||||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1
|
Pengajuan judul
|
V
|
V
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Pengajuan Proposal
|
|
|
V
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Revisi Proposal
|
|
|
|
V
|
V
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4
|
Penelitian kelas
|
|
|
|
|
|
V
|
V
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
Pelaksanaan refleksi
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
V
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6
|
Pelaksanaan siklus
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
V
|
V
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7
|
Pengolahan nilai
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
V
|
V
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8
|
Evaluasi belajar
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
V
|
|
|
|
|
|
|
|
9
|
Rekapitulasi Nilai
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
V
|
|
|
|
|
|
10
|
Kesimpulan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
V
|
|
|
|
11
|
Laporan PTK
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
V
|
|
12
|
Pengesahan PTK
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
N.
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.
Hasil Penelitian
Hasil
penelitian akan dilihat dan dianalisis dari :
a.
Keaktifan siswa
b.
Hasil Belajar Siswa
2. Pembahasan
Pembahasan dari hasil penelitian
Karya Tulis Ilmiah Penelitian Tindakan kelas ini telah menghasilkan suatu
pemecahan masalah mengenai pembelajaran yang efektif dengan menghasilkan
kemajuan baik dalam aktifitas siswa maupun peningkatan dalam nilai pembelajaran yang
menunjukkan peningkatan prestasi belajar siswa, sehingga dapat disimpulkan bahwa :
“ Outentic
Learning adalah salah satu metode pembelajaran yang dapat meningkat prestasi
belajar siswa pada mata pelajaran simulasi digital di kelas X PM 1 SMK Negeri
11 Kota Bandung.
O.
KESIMPULAN
DAN SARAN
1.
Kesimpulan
Kesimpulan dapat diambil setelah
penelitian dilaksanakan dan diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan sehingga kesimpulan benar-benar hasil dari proses penelitian
tindakan kelas tersebut.
2.
Saran-saran
Saran-saran
akan disampaikan sesuai dengan temuan dari kekurangan ketika guru mengajar
dengan metode pembelajaran yang belum sesuai dan telah menemukan metode
pembelajaran yang tepat yang dapat meningkatkan prestasi belajar khususnya pada
mata pelajaran simulasi digital pada kelas X Pemasaran 1 SMK Negeri 11 kota
Bandung.
P.
DAFTAR
PUSTAKA
lagibelajargoblog.blogspot.com/.../pembelajaran-otentik-outentic-learnin...
https://pelangipsikologi.wordpress.com/.../authentic-as...
Djamara Syarif
Bahri (2000), Konsep
dan Makna Pembelajaran, Bandung,
CV. Alfabata.
Hamalik
( 1986), Teori Prestasi
Belajar, ebi bimbel.net Bimbingan Belajar / 301-T
Google.com
Poerwanto (1986), Ketercapaian Prestasi Belajar <<
Dunia Ilmu ridwan (202)
wordpress.com /2008/05/03.
S.
Nasution (1986), Ketercapaian Prestasi
Belajar << Dunia
Ilmu ridwan (202)
wordpress.com /2008/05/03.
Winkel (1986),
Ketercapaian Prestasi Belajar
<< Dunia Ilmu ridwan (202)
wordpress.com
/2008/05/03.
Sudjana
Nana (1999), Strategi
Belajar, Jakarta, Universitas Negeri Jakarta
Bandung, 19 Januari 2016
Mengetahui :
Kepala SMKN 11 Bandung
Penulis,
Dra. Nani Sri Iriyani Rodiyah, S.Pd, M.Pd.
NIP.
19621211
198903 2 007 NIP.
19700111 200801 2
003